Hebat! Mereka Yang Telat, Malah Ketua KPU DKI Seolah-Olah Menyalahkan Ahok

Penyelenggaraan pemilihan putaran pertama Gubernur DKI kemarin memiliki banyak masalah sehingga banyak pemilih yang tidak dapat memilih
Penyelenggaraan pemilihan putaran pertama Gubernur DKI kemarin memiliki banyak masalah sehingga banyak pemilih yang tidak dapat memilih. Pemilih siapa yang tidak bisa memilih? Tentu saja pemilih Ahok, kalau pemilih Anies yang tidak dapat memilih pasti Anies sudah protes sana sini.

Sekarang KPU DKI kembali menunjukkan keprofesionalitasnya lewat budaya jam karet. Budaya jam karet ini merupakan budaya yang sudah terkenal sejak dulu. Pesta pernikahan yang jadwalnya jam 7 malam bisa ditunda hingga jam 8 malam. Berjanji bertemu jam 10 pagi? Bisa ngaret hingga 11 siang. Kalau orang biasa masih lumayan. Tapi kalau sudah institusi pemerintah, ini menunjukkan mereka tidak profesional.

Tapi Ketua KPU DKI lebih hebat lagi. Setelah minta maaf, beliau menyudutkan Ahok lewat kata-katanya.

“Pak Ahok sedang kurang berkenan kan, biasalah,” kata Sumarno Ketua KPU DKI
Hebat bukan? Dianya yang telat hingga orang lain marah, eh malah orang lain itu yang disalahkan lagi. Seolah-olah Ahok tidak sabaran. Memang benar KPU DKI ini ‘profesional’

 Elastisitas
Ahok Djarot sendiri meninggalkan lokasi rapat pleno penetapan cagub-cawagub yang diselenggarakan oleh KPU DKI karena jam karet ini. Sebab, acara tak kunjung dimulai dari yang dijadwalkan. Berdasarkan undangan yang dirilis KPU DKI, rapat pleno penetapan pasangan cagub-cawagub sedianya dilangsungkan mulai pukul 19.30. 

Namun, sampai dengan pukul 20.00, tidak ada tanda-tanda acara kan mulai
Disinilah KPU DKI menunjukkan ‘profesionalitas’ mereka. Jadwal acara formal yang seharusnya tepat waktu, diulur-ulur. Mungkin saja menurut anda 30 menit itu sebentar, tapi ingat dulu. Ahok itu Gubernur, bukan Anies yang dipecat dari jabatan menterinya sehingga memiliki banyak waktu luang. Acara Ahok masih banyak, sehingga sedikit telat saja maka jadwalnya akan rusak.

“Kami benar-benar menghargai undangan dari KPU dan kami datang tepat waktu sehingga kami harus mengalahkan beberapa acara yang harusnya kami hadiri pada malam ini dengan harapan acara yang diadakan di KPU ini akan berjalan tepat waktu,” kata Djarot.

Djarot  menyebut timnya sudah berkumpul lengkap sejak pukul 19.00. Karena sampai jam 20.00 tak kunjung dimulai, Djarot menyatakan ia dan Djarot akhirnya memutuskan tak akan menghadiri rapat pleno.

“Karena penetapan hasil pada putaran pertama, apapun hasilnya kami bisa terima. Dan saya maaf dengan sangat untuk saling menghargai satu dengan yang lain, kami tidak mengikuti acara pada malam hari ini. Biarkan nanti dilakukan sendiri oleh KPU,” ujar Djarot.

Djarot punya hak untuk marah. Mereka hadir lebih cepat dati jadwal, eh malahan KPU sendiri yang molor. Jawaban KPU DKI pun luar biasa, mereka minta maaf lalu menggunakan kalimat yang menyudutkan Ahok.

“Pak Ahok sedang kurang berkenan kan, biasalah,” kata Sumarno Ketua KPU DKI
KPU DKI tidak pernah salah, bila salah kembali ke kalimat pertama. Meski minta maaf, kalimat selanjutnya sungguh tidak patut. Coba bayangkan, anda datang dulu ke sebuah pertemuan tapi ternyata jamnya karet. Dengan marah anda keluar sehingga penyelenggara acara minta maaf. Tapi setelah minta maaf, penyelenggara acara berbicara “ Pak ini sedang kurang berkenan kan, biasalah”

Kata biasalah ini sungguh tidak pantas diucapkan. Memangnya kalau acara telat orang tidak boleh marah?? Ahok Djarot datang jam 19.00, acara jam 19.30 dimulai. Sampai 20.00 pun acara masih molor. Mau acaranya dimulai jam berapa? 21.00? Molor itu kesalahan KPU DKI, bukan malah Ahok dikatakan seolah-olah tidak sabaran. 

Jangan anda yang salah orang lain yang lebih disalahkan
“Kalau memang tadi seandainya sudah tahu, dan karena memang yang tadi juga sudah hadir, kita bisa mulai lebih awal,” kata Sumarno.

Alasan Sumarno mengapa acara tersebut jadwalnya bisa molor pun hebat. Pihak KPU DKI tidak tahu Ahok sudah datang. Ahok tidak mungkin datang sendiri, rombongannya ada. Apalagi yang diundang cuman dua pihak kok, Ahok-Djarot dan Anies-Sandi. Bagaimana mungkin hanya dua pihak yang perlu dipantau tapi KPU DKI Bisa tidak tahu mereka sudah datang?

Kalau benar KPU DKI tidak tahu berarti mereka sungguh hebat. Dibayar mahal-mahal dengan uang pajak tapi melihat orang datang saja tidak bisa, apalagi orang tersebut sudah menunggu selama 1 jam. Apa KPU DKI matanya semua minus tidak bisa melihat Ahok Djarot? Melihat ‘profesionalitas’ KPU DKI, relawan Ahok-Djarot harus mengawal pelaksanaan pemilihan putaran kedua dengan seksama. Jangan sampai kejadian di putaran pertama terulang.

No comments:

Post a Comment

Popular Posts